Selasa, 06 April 2010

Terbangun

Pagi ini saya tertampar angin pagi yang dingin dan lembab karna embun. Membuat saya terbangun. Ada kuda terbang di sebelah saya. Mengelus rambut saya dengan hidungnya. Ada kupu-kupu berjubah pelangi membawa sari bunga dan meletakkannya di rambut saya. Ada burung gagak merah dengan mata hijau, sedang membangun rumah jerami dengan gagak warna warni lainnya.

Saya melihat ke sekitar. Bangun. Berjalan. Menyibak semak berries. Melewati rumput tinggi berbunga putih. Ada bunga edelweiss kering. Saya mengambilnya dan menyimpannya di saku rok saya yang terbuat dari bunga sepatu. Saya berjalan lagi. Melompati rumah semut dan rumah tikus.

Saya mengangkat kepala, menatap langit. Langit berwarna biru muda, awan berwarna pink, matahari berwarna jingga. Saya merentangkan tangan. Hangatnya matahari masih belum terasa. Saya berusaha mencari dalam benak. Apa yang saya cari? Saya kehilangan. Tapi tidak ingat apa yang hilang.

Saya tidak lagi mendongak. Saya menatap ke bawah. Ada bunga putri malu, membengkok karena terinjak. Saya mengangkat kaki saya dan merasa bersalah telah menginjak bunga putri malu. Saya mengelusnya dan ah, tertusuk durinya.

Saya mengecap jari saya yang berdarah. Kembali berjalan. Melewati rambut-rambut pohon beringin. Menemukan tempat tidur dari daun pohon pisang. Dan merebahkan diri disana. Terlelap. Satu detik… Dua detik… Saya tertampar angin dingin lagi. Saya terbangun.

Ada melon tersenyum membawa lollipop merah-biru-kuning-putih. Melambai ke arah saya. Seekor kelinci melompat keluar dengan sepatu heels, menyusul kemudian tupai bertuxedo abu-abu. Saya bangun. Berjalan. Ada kerang meninggalkan rumahnya untuk rayap-rayap. Saya bertanya, apa saya kehilangan sesuatu? Mereka menjawab, tidak.

Saya berjalan ke arah cahaya merah muda. Ada bunyi musik. Saya menari sambil mendekati cahaya merah muda. Semakin dekat, semakin sadar. Semakin dekat, semakin ingat. Saya bernyanyi pelan. Tertawa. Mengingat ternyata kamulah yang hilang. Saya menari dan berlari makin cepat. Bernyanyi makin cepat dan keras. Sampai pada akhirnya saya menangis. Airmata ini terjun ke tanah, meninggalkan warna ungu pekat. Saya terus menangis sampai baju saya basah dan berwarna ungu. Saya mengejar cahaya merah muda. Dan menangis makin kencang.

Itu suara musik yang keluar dari bibirmu, seperti kotak musik. Kamu bernyanyi lagu kepergian. Mengingatkan saya kamu telah hilang. Dulu kamu pernah memberikan saya gelang bunga dandelion. Yang akhirnya saya simpan di saku rok saya. Saya mendekati kamu. Mendekati cahaya merah muda.saya ingin kamu tau bahwa saya masih menyimpan gelang dandelion pemberian kamu. Saya merogoh saku, dan yang saya temukan adalah bunga edelweiss kering. Kamu tersenyum sedih dan melambaikan tangan. Kamu berkata,

“Ini lagu terakhir dari saya untuk kamu…”

Cahaya merah muda memudar…

Kamu pergi dan saya mengejar kamu, tapi tak ada apa-apa. Semua kosong. Hanya saya dan bunga edelweiss kering di genggaman saya. Saya menangis, mengelap airmata di kedua mata saya. Dan bulu mata saya berjatuhan ke tanah. Membuat dentingan keras yang nyata dan sunyi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar