Jumat, 18 Oktober 2013

DUA ORANG SATU TUBUH

"Bukan kamu yang salah, tapi aku..." adalah sebaris kalimat klise yang palsu. seperti warga negara ilegal. Hanya kedok agar, "Iya, aku mengaku salah. Kamu yang benar. Jadi, udah ya. BYE." terdengar lebih halus.

Tapi aku bukan mereka-mereka yang palsu. Biar aku katakan terus terang padamu, kamu yang salah. Kamu yang perlahan membuat aku menyingkir. Aku tidak menginginkanmu -- yang ini, yang sekarang -- kamu pribadi lain, yang ironisnya, dekat denganku tapi aku justru merasa jauh.

Kamu 2 orang dalam satu tubuh di waktu yang berbeda. Dulu kamu hangat, padaku, dan siapa saja. Sekarang kamu kulkas pribadiku--kulkas portabelku. Dulu kamu selalu ingin tau apa yang kukerjakan, atau ada dimana aku. Sekarang kamu tidak mau tau dan perhitungan dengan waktu yang kau anggap kubuang sia-sia untuk menyenangkan diriku. Kamu kalkulatorku. Pusat Algoritma.

Dulu kamu suka menyelipkan kata-kata romantis paling penuh cinta di setiap ruang dan waktu yang ada. Sekarang salam cinta terasa hambar bagai kewajiban. Seperti kebiasaan jenuh. Seperti terlalu banyak nasi dibanding lauk. Kamu robot penjawab pesan di telepon. Kamu "Maaf, nomor yang anda tuju sedang sibuk."
Kamu nasi dan robot. Jadi satu.

Damn it. Katakan terus terang padaku, kapan Alien itu membawamu?

Kamis, 21 Februari 2013

TERJATUH


Dulu aku sibuk mencari alasan kenapa aku bisa terjatuh. Terjatuhnya tidak sakit. Malah bahagia. Terjatuhnya tidak duduk, atau terjerembap,atau telentang. Terjatuhnya tidak bikin rok melorot, atau mengibas ke atas sehingga pahaku bisa jadi tontonan orang.'

Jatuhnya... di hati.

Tepatnya.... di hatimu.

Aku seperti membuat lirik lagu dangdut kacangan yang gombal dan penuh rayuan kotor tiap kali aku membicarakan dirimu. Bahwa aku tau seluruh sel dalam tubuhku menginginkanmu. Tapi malu menyebut apakah aku sayang padamu, apakah aku cinta padamu. Kata-kata itu seperti penjualan mobil Jazz di tahun pertama release. Laku keras, hingga terlalu pasaran. Aku tidak ingin menggolongkan rasa ini ke dalam sebuah kata pasaran. Juga tidak ingin menempatkan rasa ini di kata ‘nafsu’ yang malah akan membuat salah tafsir.

Selama sibuk mencari sebutan untuk rasa ini, tanpa sadar aku sudah memilih bahwa ini namanya Jatuh Hati.
Jatuh hati.

Jatuhnya bikin nyeri, tapi bukan nyeri yang bisa membuatku lebam, hanya nyeri yang bisa membuahkan rindu. Rindu yang obatnya kamu...

Aku sudah lama menyadari bahwa kamu berbeda. Tapi tidak pernah berani menyadari bahwa semua hal di dirimu menarikku masuk, sehingga hatiku, pikiranku, tidak egois. Tidak hanya memikirkan diriku sendiri, tapi juga memikirkanmu.

Kamu tidak tau perasaan ini. Dan itu tidak apa-apa. Aku akan menyalin semua rayuan dalam kepalaku, meski akhirnya rayuan itu akan jatuh ke tangan produser yang akan membawa rayuanku ke pangkuan penyanyi dangdut untuk kemudian ia nyanyikan.

Bila suatu hari nanti, kamu, sedang makan pagi dengan TV menyala, melihat seorang biduan dangdut sedang mengiba-iba dengan lirik penuh rayuan menggoda yang mesum, bisa jadi itu rayuanku. Untukmu.